ilustrasi oleh rhubarbes.com

Apa Benar Mereka Bangsa Jajahan (?)

Lalu Muhammad Alwi

--

Tanah dan air warisan ibu katanya di lelang habis ke pelancong yang berpura-pura mensyukuri keramah-tamahan penduduk asli serta menawarkan untuk mencoba roti dan susu miliknya

Kemarin bersama Sam, putra sulung paman Ariston, saya pergi ke Nusa, tempat yang memungkinkan saya untuk memanjatkan doa-doa kepada Yang Kuasa, katanya tempat ini di restui untuk subur dan bersih atas segala kecelakaan dosa, begitu Sam menyebutnya “tempat suci”, entah darimana ia mendapatkan sebutan itu.

Keberangkatan itu diharapkan juga untuk dapat mengikuti pesta perayaan, sebagai suatu yang baru, sebabnya Sam yang begitu girang dan senang memperhatikan perayaan yang cukup aneh dan tidak berkemajuan itu, mereka melantunkan sesuatu dan sahut-sahutan satu sama lain hingga larut malam. Kata Sam “ini perayaan yang diperuntukan bagi semua yang ikut memberikan kelancaran atas apa yang mereka tanam setiap tahun”, sontak fikiran ini menjadi tidak teratur, bagaimana bangsa ini dapat bersyukur atas jajahan yang panjang dalam sejarah yang pernah mencatat.

Saya berbalik dan memanggil Sam untuk segera istirahat guna besok pagi bergegas ke kota, sepanjang sisa malam kami bercerita hingga pagi, “Sam, apa kau berfikir hal yang sama denganku?.”

Sam berbalik dan bertanya, “apa kamu yakin bahwa bangsa ini terjajah?” “benar, begitu buku sejarah yang pernah kubaca” menimba pertanyaan Sam tanpa jeda. Sungguh aneh jika mereka masih merayakan hal-hal yang nyata tanpa sedikitpun terlihat sisa-sisa jajahan didalamnya, beberapa bangsa penjamah yang Darwis kenal dalam sejarah tidak ada yang begitu mirip perayaan pesta sebagaimana bangsa ini miliki.

Pagi tiba kami bergegas untuk menuju kota tapi sepertinya Sam tidak ingin menyegera perjalanan itu, semalam ia berkata bahwa pagi ini akan ada yang berpamitan kepadanya, aahh, seperti orang yang begitu penting saja yang hanya seorang seniman dari bagian barat. Beberapa menit berlalu terpaksa harus menunggu kemauan Sam dan tibalah beberapa warga membawakan dua ikatan bambu yang berisikan nasi dan air.

kita mau ke kota Sam, untuk apa barang itu?” Sam menjelaskan untuk terima saja dulu dan dibawa bersama perjalanan kami ke kota, “aku tidak sangka menemukan dua hal aneh ini Sam” Sam menimba sambil menunjukan sedikit senyum “aneh bagaimana?”, ada hal yang belum keluar dari pemikirannya Sam, Darwis rasa itu hal yang tidak menarik sebab setiap ia memunculkan senyumnya itu menandakan ada hal beresiko atau menerik yang akan muncul kedepannya. Tibalah di kota dan Sam menarik lengan kanan mengarah ke satu toko dan memintDarwis untuk menunggu di depan, berselang beberapa menit ia keluar dengan membawa beberapa lembar uang dan barang pemberian tadi sudah tidak ada lagi di pundak kirinya.

Sam mengatakan bahwa kita akan kaya, sambil mengarah ke tempat pesta yang penuh dengan penari yang handal merayu tamunya dan menuangkan minuman-minuman yang orang kota sekitar menyukainya.

Sambil sempoyongan Sam mengatakan “kita kembali besok ke tempat itu”, tempat dimana kita mendapatkan senyuman dan ramah tamah tanpa harus memikirkan uang untuk membayar itu semua terlebih dahulu. Setidaknya saya faham maksud dari Sam untuk kembali ke tempat itu, ia satu-satunya kawan yang baik menurutku hanya saja cukup rakus atas uang dan milik orang lain.

Memang menjadi kesempatan yang baik memanfaatkan orang-orang yang ketika diaminkan doanya akan memberikan banyak hartanya bahkan sampai tidak tersisa sekalipun. Sam begitu menceritakanku cara untuk mendapatkan hal yang sama seperti sebelumnya, “bagaimana jika kita membawakannya roti dan susu dari kota untuk kita tukarkan dengan nasi serta air yang mereka miliki?” ujar Sam sambil memandangi dan membayangkan tumpukan uang yang nanti akan dimilikinya, “yang benar saja Sam!!” “tenang saja mereka akan terbiasa menikmati itu” sambil mengajak bergegas ke toko roti dan susu untuk bernegosiasi.

Akan sungguh malang orang-orang itu ketika tau bahwa semua yang ada di dapurkan harus diganti dengan roti dan susu yang jelas-jelas tidak akan tumbuh di kebun dan lahannya. Namun, siapa yang peduli atas itu, sekalipun ada pasti akan meminta imbalan yang lebih dari itu, dunianya akan diperhitungkan dengan uang dan ganti yang serupa kedepan. Dimana roti dan susu akan menjadi rebutan satu sama lain hingga jelas sejarah penjajahan akan lahir kembali, mereka menjajah satu sama lain.

Dari sini Darwis akan berbangga diri menjadi pencatat sejarah itu untuk dinikmati dunia dan generasi selanjutnya, bahwa ada bangsa yang ramah dan terbelakang merenungi setiap harinya dimana nasi dan airnya sudah tidak ada di tangannya. Namun sebagai pencatat yang bangga harus menceritakan yang sesungguhnya terjadi pada diri bangsa itu dan mungkin saja masa depannya lahir perajut-perajut yang kembali mengembalikan apa yang mereka miliki.

Dari banyak sejarah bangsa yang pernah tercatat mengatakan di akhir lembaran bahwa tidak ada jajahan diatas pundak satu bangsa pun yang kekal dan berkelanjutan, semua memiliki akhir dan perajutan kembali untuk kembali sebagaimana mulannya.

Apa yang kamu tunggu?” Sam sambil menepuk pundak dan meminta untuk bergegas, ia sudah berubah bengis dan seperti orang lapar tidak berpendidikan di ucapannya hanya keluar kalimat “kaya” terus menerus sepanjang perjalanan, situasi itu membuat perjalanan kali ini terasa tidak nyaman dan menarik bagiku.

Sam, tunggu, sepertinya Darwis menunggu disini saja!!”, perasaan yang tidak enak bercampur dengan bayang-bayang senyum ramah penduduk yang saat ini akan dijarah, bagaimana orang kota berfikir untuk menjarah penduduk desa yang jelas lebih terbelakang darinya. Sam tertinggal jauh dan begitu semakin hilang nampaknya Darwis memutuskan untuk menunggu saja, kemudian selang beberapa jam Darwis menunggu nampak mendekat dari arah timur sekelompok orang.

Permisi, apa kau bisa menunjuki kami jalan menuju Nusa?” bertanya kepada Darwis, sejenak ia memperhatikan sekelompok orang itu dan menunjuki arah menuju jalan yang dilalui Sam beberapa jam tadi, “maaf, sebelum kalian bergegas bisakah kalian mengenalkan diri dan kenapa menuju arah yang kalian tanya?” turun satu orang yang memiliki tubuh tidak begitu tinggi dan tidak begitu besar serta berkumis sedikit menarik mengatakan “kami penduduk bangsa yang lelap, lupa untuk pulang dan berdiam diri atas belenggu yang jauh dari nilai-nilai yang kami punya”…. “lalu untuk apa kalian berjalan jauh menuju arah tadi?”…..”kami akan pulang”.

Darwis kembali mengigat ucapannya bahwa tidak ada satu bangsa yang benar-benar terjajah, begitupun dengan bangsa ini, hanya rumah yang ditinggal sesaat oleh penghuni sesungguhnya. Darwis pun mengikuti kelompok tadi untuk menjemput Sam dan kembali pulang dan menulis sejarah panjang bangsa itu.

--

--

Lalu Muhammad Alwi
Lalu Muhammad Alwi

No responses yet