Wayang Cupak Ahli Hisap

Lalu Muhammad Alwi
4 min readJan 7, 2024

Aku ingin hidup seribu tahun lagi, untuk berlenggak-lenggok mempertunjukan lebih banyak cerita pembelaan, dusta, kotor dan kemunafikan dalang”

Malam nanti dalang Wijatne akan menghadiri undangan untuk menceritakan tentang Cupak dan Gerantang di pesat panen padukuhan seberang, kebetulan ia berangkat bersama salah satu penari yang juga akan mempertunjukan tarian bawak nao. Mereka akan bertemu di perbatasan padukuhan tujuan, Wijatne yang merupakan pedalang kondang perjaka di usia menuju purna sebab tidak pernah sempat untuk mempersunting wanita karena sibuk mengurusi dan bercinta dengan wayang-wayangnya sontak kali ini merasa ada yang harus di rapikan pada penampilannya, “aku akan bertemu penari yang katanya dalam cerita terbang cantik dan belum berpemilik” ujarnya sambil merapikan dasi kupu-kupu yang cukup berantakan tanpa setrika.

Beberapa jam berlalu dan gelap pun mulai menampakan tabirnya, samar-samar pandangan Wijatne memperhatikan wanita yang sedang menggendong selendang tarinya menunggu berdiri anggun di perbatasan padukuhan.

selamat malam!!” berbalik dan menyahut suara “selamat malam mas, apa benar ini pewayang Wijatne?”, berselang menyapa mereka melanjutkan perjalanan bersama, semakin jatuh hati Wijatne mendengar suara yang ternyata baru kali ini membuat harapannya akan menduakan wayang-wayang yangs selama ini menemani hidupnya dengan setia.

Sambutan hangat dari penduduk padukuhan yang sudah tidak sabar menyaksikan penampilan wayang yang penuh dengan misteri yang membuat orang-orang penasaran, bagaimana tidak, Wijatne hanya memiliki dua lakon wayang Cupak dan Gerantang namun sarat dengan cerita-cerita yang tidak pernah usai dan terus berubah-ubah. Sebelum memulai pertunjukan disuguhkan makanan yang begitu banyak jenisnya, Wijatne bertanya sambil lalu “ini semua berasal dari mana?

silahkan di nikmati sepuasnya, ini semua berasal dari ladang dan sawah yang saat ini sedang panen raya di padukuhan kami hehh hehh” ujar salah satu penduduk sambil menunjukan semua suguhan yang di sediakan. Berselang beberapa saat pewayangan pun dimulai.

Gendang mulai bersuara menyambut Cupak muncul lebih awal menunjukan wajah yang suram mengkerut di tambah senyum simpul yang dimunculkan pada wajahnya.

Kaki terangkat sebelah dan Cupak lantang “akulah Cupak, tidak terbatas atas segala keinginan dan kemauan, jadilah diriku yang dapat menciptakan segala keinginan hoo hoo hooo khuk”, sorak-sorai penonton yang belum sampai klimaks cerita.

adik baik nan cerdas, turunkan kakimu, tidak wajar hal itu bagi pribumi yang sarat akan pujian atas kesantunannya” Gerantang bercakap naik membelakangi sambil menurunkan sebelah kaki Cupak.

ahhh, apa yang kau tahu, aku ini sudah lama bertandang melintasi samudra barat dengan ilmu yang begitu banyak kudapati, sekarang kau ingin menasehatiku hal murahan ini!?” langsung Cupak menanggapi ujaran itu. Tidak ada bangsa yang bisa hidup jika hanya sumuk dan terjerembab oleh hal-hal murahan begitu, tidak ada kekuatan bagi mereka dan terimalah celaka suatu saat nanti.

jaga ucapanmu wahai adik yang berilmu panjang nan luas!!” menimba ucapan Cupak oleh Gerantang. Begitu situasi ini yang diiringi gendang yang sangat seirama dengan emosional cerita membuat penonton sunyi dan ikut dalam situasi percakapan itu. Begitu lampu layar dimatikan sejenak muncul penari dan memberikan sedikit pendinginan atas tontonan cerita tadi, diikuti oleh waktu malam yang luput dari perhatian.

Tarian usai disambut lampu layar menyala kembali memunculkan Gerantang bersimpuh mengarah barat cukup lama, Cupak muncul dengan tunggang-langgang sambil berkata “itulah yang membuatmu terbelakang meminta doa atas segala kesalahanku yang kau anggap ini, kau persembahkan hal-hal tidak penting itu,ahhh takhayul”, “jaga ucapanmu adik Cupak” sambil menunjuk tangan mengarah Cupak. Bangsa ini penuh dengan takhayulnya, penduduknya akan jatuh mati atas semua itu, mereka akan kalah dengan senjata-senjata yang hanya digerakkan dari kejauhan bangsa lain disana, apa mereka akan tetap mempersilahkan bangsa bersenjata itu untuk menikmati harta nenek moyangnya dengan keramah-tamahannya itu, ahh sungguh bodoh hal itu.

Tidak ada bangsa lain yang akan suka dengan barang murahan suguhannya itu, mereka hanya ingin semua hartanya dan terusirlah bangsa asli seperti bangsa berkulit sawo petang yang beberapa saat lalu nampak terdampar dengan perahu yang compang camping, hanya bangsa ini yang mau menerima mereka.

Gerantang kembali menasehati adiknya Cupak “dik, apa kau kenal orang tua besar atau the grand old julukannya di bangsa barat sana, dia bangsa asli tanah ini pernah mengajari cara hormat kepada bangsa-bangsa lain yang kau anggap mereka jauh maju dari bangsa ini”.

The Grand Old julukannya mengajarkan kehormatan itu bagaimana kepada bangsa lain yang menanyainya rasa hormat hanya karena menikmati bekal yang ia bawa dari rumahnya di dalam ruang kehormatan bangsa-bangsa itu. Ia mengatakan bahwa apa yang ia nikmati itu adalah suguhan lama yang pernah bangsa-bangsa lain berlomba-lomba berlayar jauh untuk merampasnya. Bangsa yang tidak pandai menciptakan tempat bagi orang terhormat, tetapi bangsa ini mampu beramah-tamah selama ratusan tahun dengan bangsa-bangsa lain yang menjarahnya.

hal itu apakah kurang cukup mengajarkan Tuan tentang rasa malu?” ujarnya dengan badan yang tegak tegas atas ucapannya.

Cupak pun merasa malu atas perbuatan dan fikirannya yang terlalu bebas dan lupa bahwa ia bangsa asli tidak campuran ataupun buangan bangsa lain, ia lahir dengan asi dan terkadang tajin, bermain tidak pada ruangan tertutup yang tidak memiliki resiko untuk pulang bermain dengan keadaan catat tangan atau kaki karena terjun bebas. Cupak hanya butuh lakon sandingan seperti Gerantang, menjaganya atas semua jalan-jalan yang akan lebih bahaya lagi dipertunjukan oleh dalang.

Dalang menciptakan banyak representasi yang muncul dari wayang yang hanya akan menjadi lakon sesuai keinginan dan cerita yang diciptakan dalang, keteraturan atau kebebasan itu muncul dari mata dalang.

Tidak terasa larut malam tiba pertunjukan Wijatne harus diakhiri dikarekan esoknya akan bertandang kembali ke bagian lain untuk terus menunjukan cerita-cerita dari dua lakon wayang yang setia membawanya terus hidup sampai saat ini, entah itu cerita fiktif atau tidak yang disampaikan dalang akan terus dinikmati penonton dari berbagai penjuru dan akan berakhir mungkin ketika dalang tutup usia atau mungkin digantikan dengan dalang yang lain.

akalannya Cupak lebih banyak dari buih-buih nanti terulang lagi dan lagi sampai bangsa ini menemukan titip balik” ujar Gerantang di hantarkan dalang sebagai penutup pertunjukan tersebut.

--

--